Pendidikan arsitektur bertujuan untuk menciptakan sarjana arsitektur yang secara teoritis siap untuk berprofesi. Tapi pada kenyataannya,pendidikan arsitektur yang diterapkan di perguruan tinggi barulah memberikan sebuah gelar kesarjanaan untuk bidang arsitektur, bukan seorang arsitek.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem pendidikan keprofesian khusus untuk arsitek. Hal ini diharapkan dari IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) dalam menfasilitasinya. Tapi sejauh ini, memang cukup berat buat IAI untuk mewujudkan nya, karena kurangnya tenaga penggerak di IAI sendiri.
Idealnya...seorang calon arsitek yang lulus dari perguruan tinggi arsitektur akan melakukan magang profesi selama 2 tahun pada arsitek profesional. Setelah itu mereka akan mendapatkan keabsahan sebagai seorang arsitek profesional pratama (jika memang meneruskan keprofesiannya dengan menjadi anggota IAI).
Apa yang dibutuhkan pada pendidikan arsitektur untuk mencapai tujuannya? Mari kita tinjau...
1. Kemampuan merancang
Kemampuan dasar ini adalah kemampuan yang sejak awal sudah menjadi bagian dari calon arsitek. Saat pertama kali dia menjadi mahasiswa arsitektur, tentu sudah akan menghadapi tugas2 perancangan, dari bangunan sederhana sampai nantinya bangunan kompleks yang multifungsi.
Kemampuan ini didapatkan dari mata kuliah teori arsitektur, sejarah arsitektur, maupun matakuliah perancangan arsitektur.
2. Kemampuan struktur
Kemampuan struktur menjadi dasar penting selain kemampuan merancang. Karena tujuan dari perancangan adalah menghasilkan sebuah rancangan yang bisa dibangun secara logika. Banyak mahasiswa arsitektur yang terjebak saat mendalami kemampuan ini. Ada mahasiswa yang terjebak karena keberaniannya berekspresi dengan bentuk, sehingga mengabaikan logika strukturnya. Ada juga yang terjebak dengan ketakutannya akan gagalnya bangunan tersebut memenuhi kriteria bangunan yang bisa terbangun, sehingga lagi-lagi bangunan yang tercipta adalah bangunan biasa tanpa banyak nilai arsitekturnya.
Banyak juga calon arsitek yang menyepelekan kemampuan ini karena mereka banyak beranggapan bahwa kemampuan ini adalah milik ahli struktur, dalam hal ini sarjana sipil. Hal ini salah besar. Seorang ahli struktur memerlukan gambar awal untuk perhitungan strukturnya, dan tentu saja dari gambar itu mereka dapat melihat kecocokan antara desain dengan kemungkinan terbangun secara struktur. Prinsip-prinsip struktur dasar haruslah sudah dituangkan dalam desain awal yang diberikan kepada ahli struktur sehingga akan memberikan kejelasan akan bangunan tersebut.
Kemampuan ini biasanya didapat dari mata kuliah struktur, ilmu bahan, ilmu gaya.
3. Kemampuan teknologi
Dengan berkembangnya teknologi pembangunan, baik dari segi bahan, teknologi membangun, sistem bangunan dan peralatan canggihnya, maka seorang calon arsitek haruslah mengenal mereka. Tujuannya adalah untuk memberikan kecepatan, kemudahan, kenyamanan, dan kemurahan dari sebuah bangunan yang akan dibuat. Seperti yang kita ketahui, teknologi diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi kita, dan dalam membangun ha l ini sangat lah membantu. Arsitek yang menguasai teknologi bangunan akan berpikir satu langkah kedepan, dan bergerak maju secepat teknologi berkembang.
Kemampuan teknologi ini biasanya didapatkan dari mata kuliah teknologi bahan, utilitas bangunan, fisika bangunan.
4. Kemampuan manajerial
Tidak dapat dipungkiri sebagian besar arsitek yang berprofesi banyak yang ditunjuk menjadi seorang team leader pada sebuah proyek. Kenapa? Karena arsitek adalah sosok yang mampu menyatukan semua pikiran dalam suatu pekerjaan. Darimana didapatnya kemampuan ini? Tentu saja dari kemampuan arsitek untuk mengenal klien, menyerap apa yang dinginkan klien untuk diwujudkan menjadi suatu bangunan. Dan kemudian berkembang dengan menyerap ide-ide dari rekan2 sekerja untuk kemajuan pekerjaan.
Arsitek di didik untuk mengembangkan kemampuan logika dan kemampuan empatinya. Arsitek juga dibekali dengan ilmu-ilmu manajemen seperti manajemen konstruksi, perhitungan anggaran biaya, dan ilmu-ilmu sosial lainnya yang akan menambah wawasan mereka tentang kehidupan bermasyarakat dan mengatur orang lain, sehingga matakuliah manajemen dan psikologi dalam arsitektur akan menjadi bekal yang sangat penting dalam berprofesi.
5. Kemampuan komunikasi
Kemampuan wajib ini menjadi sangat penting dalam bekerja. Bagaimana kita akan mengajukan ide-ide kita kalo kita tidak bisa mengkomunikasikannya? Ok lah kalo memang orang yang kita ajak komunikasi adalah seorang arsitek, cukup dengan gambar, komunikasi bisa terjalin. Bagaimana dengan klien yang bukan arsitek atau bukan dari dunia teknik? Tentu akan sangat sulit jika arsitek tidak bisa berpresentasi.
Sejak awal perkuliahan, mahasiswa arsitektur sudah dipaksa untuk mengkomunikasikan ide nya lewat lembaran konsep perancangan. Komunikasi searah ini dibuat sebagai pancingan buat mahasiswa arsitektur untuk memulai komunikasinya dengan media gambar dan tulisan. Kemudian dikembangkan dengan model presentasi lisan dengan bantuan konsep yang telah dibuatnya yang biasanya dilakukan pada saat ujian akhir. Komunikasi yang seperti ini menjadi dasar untuk melangkah di dunia profesi. Komunikasi apalagi yang penting? Ternyata dengan komunikasi, kita akan membentuk relasi, yang akan membawa kita dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Orang yang bisa berkomunikasi dengan baik tentu akan mendapatkan banyak teman dan dari merekalah penghasilan seorang arsitek berasal. Seorang arsitek dituntut untuk tidak boleh malu, berani menerima kritik, dan tidak berbesar kepala jika dipuji karyanya.
Darimana kemampuan ini didapat? Dibangku perkuliahan memang ada mata kuliah komunikasi, tapi biasanya hanya berupa tata cara berpresentasi sehingga orang lain dapat mengetahui ide-ide kita. Kemampuan berelasi? Hal ini yang memang belum banyak diajarkan di kampus-kampus. Kemampuan ini mau tidak mau harus diasah oleh mahasiswa sendiri kalo mereka benar-benar ingin maju.
Kemampuan lainnya? Banyak sekali... seorang teman dosen menulis "Arsitek adalah personifikasi yang tau banyak hal, tapi hanya yang bersifat umum-umum saja, karena itulah banyak menganggap arsitek adalah orang yang pintar, padahal hanya tau kulitnya saja". Apa arsitek harus mengetahui secara penuh tentang hal-hal lain? Tentu tidak. Bisa pecah kepala arsitek jika hal ini harus dilakukan. Dan tidak ada lagi orang yang mau jadi arsitek ^^;. Seorang dokter yang baru lulus, dia hanya menjadi seorang dokter umum. Jika dia ingin mengambil spesialis bedah, maka dia mengambil spesialiasi bedah umum. Tapi jika ingin mengambil yang lebih detail, maka dia harus berkonsentrasi pada satu jenis bedah, misalnya bedah jantung. Pengetahuan akan semakin mengerucut, begitu juga arsitektur. Suatu saat, kita akan menemukan arsitek yang hanya berspesialisasi dalam hal perancangan, struktur, teknologi, dan sebagainya, sesuai dengan pendalaman ilmu nya.
0 komentar:
Posting Komentar